http://foto.metrotvnews.com/view/2016/01/29/476776/mensos-resmikan-panti-asuhan-di-bekasi
Sabtu, 30 Januari 2016
Kamis, 28 Januari 2016
Gedung Panti Asuhan Hidayah Insya Allah diresmikan oleh Bu Mensos Tanggal 29 Januari 2016
Mudah mudah Allah Swt mudahkan dan Ridhoi Untuk Masa Depan Anak Anak Asuh
Panti Asuhan Hidayah - Kranggan Bekasi.
Rabu, 20 Januari 2016
Kerja Itu Cuma Selingan, Untuk Menunggu Waktu Shalat
Ketika Pak Heru,
atasan saya, memerintahkan untuk mencari klien yang bergerak di bidang
interior, seketika pikiran saya sampai kepada Pak Azis. Meskipun hati masih
meraba-raba, apa mungkin Pak Azis mampu membuat kios internet, dalam bentuk
serupa dengan anjungan tunai mandiri dan dari kayu pula, dengan segera saya
menuju ke bengkel workshop Pak Azis.
Setelah beberapa
kali keliru masuk jalan, akhirnya saya menemukan bengkel Pak Azis, yang kini
ternyata sudah didampingi sebuah masjid. Pak Azispun tampak awet muda, sama
seperti dulu, hanya pakaiannya yang sedikit berubah. Kali ini dia selalu
memakai kopiah putih. Rautnya cerah, fresh, memancarkan kesan tenang dan lebih
santai. Beungeut wudhu-an ( wajah sering wudhu), kata orang sunda. Selalu
bercahaya.
Hidayah Allah
ternyata telah sampai sejak lama, jauh sebelum Pak Azis berkecimpung dalam
berbagai dinamika kegiatan Islam. Hidayah itu bermula dari peristiwa angin
puting-beliung, yang tiba-tiba menyapu seluruh atap bengkel workshop-nya, pada
suatu malam kira-kira lima tahun silam. “Atap rumah saya tertiup angin sampai
tak tersisa satupun. Terbuka semua.” cerita Pak Azis.”Padahal nggak ada hujan,
nggak ada tanda-tanda bakal ada angin besar. Angin berpusar itupun cuma
sebentar saja.”
Batin Pak Azis
bergolak setelah peristiwa itu. Walau uang dan pekerjaan masih terus mengalir
kepadanya, Pak Azis tetap merasa gelisah, stres & selalu tidak tenang.
“Seperti orang patah hati, Ndra. Makan tidak enak, tidur juga susah.”cerita Pak
Azis lagi.
Lama-kelamaan Pak
Azis menjadi tidak betah tinggal di rumah dan stres. Padahal, sebelum kejadian
angin puting-beliung yang anehnya hanya mengenai bengkel workshop merangkap
rumahnya saja, Pak Azis merasa hidupnya sudah sempurna. Dari desainer grafis
hingga jadi arsitek. Dengan keserbabisaannya itu, pak Azis merasa puas dan
bangga, karena punya penghasilan tinggi. Tapi setelah peristiwa angin
puting-beliung itu, pak Azis kembali bangkrut, beliau bertanya dalam hati :
“apa sih yang kurang” apa salahku ” ?
Akhirnya pak Azis
menekuni ibadah secara mendalam “Seperti musafir atau walisongo, saya
mendatangi masjid-masjid di malam hari. Semua masjid besar dan beberapa masjid
di pelosok Bandung ini, sudah pernah saya inapi.” Setahun lebih cara tersebut
ia jalani, sampai kemudian akhirnya saya bisa tidur normal, bisa menikmati
pekerjaan dan keseharian seperti sediakala.
“Bahkan lebih tenang
dan santai daripada sebelumnya.”
“Lebih tenang ?
Memang Pak Azis dapet hikmah apa dari tidur di masjid itu ?”
“Di masjid itu ‘kan
tidak sekedar tidur, Ndra. Kalau ada shalat malam, kita dibangunkan, lalu pergi
wudhu dan tahajjud. Karena terbiasa, tahajjud juga jadi terasa enak. Malah
nggak enak kalau tidak shalat malam, dan shalat-shalat wajib yang lima itu jadi
kurang enaknya, kalau saya lalaikan. Begitu, Ndra.”
“Sekarang tidak
pernah terlambat atau bolong shalat-nya, Pak Azis ?”
“Alhamdulillah.
Sekarang ini saya menganggap bhw yg utama itu adalah shalat. Jadi, saya dan
temen-temen menganggap kerja itu cuma sekedar selingan aja.” “Selingan ?”
“Ya, selingan yang
berguna. Untuk menunggu kewajiban shalat, Ndra.” Untuk beberapa lama saya
terdiam, sampai kemudian adzan ashar mengalun jelas dari masjid samping rumah
Pak Azis. Pak Azis mengajak saya untuk segera pergi mengambil air wudhu, dan
saya lihat para pekerjanyapun sudah pada pergi ke samping rumah, menuju masjid.
Bengkel workshop itu menjadi lengang seketika. Sambil memandang seluruh ruangan
bengkel, sambil berjalan menuju masjid di samping workshop, terus terngiang-ngiang
di benak saya : “Kerja itu cuma selingan, Ndra. Untuk menunggu waktu shalat…”
Sepulangnya dari
tempat workshop, sambil memandang sibuknya lalu lintas di jalan raya, saya
merenungi apa yang tadi dikatakan oleh Pak Azis. Sungguh trenyuh saya, bahwa
setelah perenungan itu, saya merasa sebagai orang yang sering berlaku
sebaliknya. Ya, saya lebih sering menganggap shalat sebagai waktu rehat, cuma
selingan, malah saya cenderung lebih mementingkan pekerjaan kantor. Padahal
sholat yang akan bantu kita nantinya…(sungguh saya orang yang merugi..)
Kadang-kadang waktu shalat dilalaikan sebab pekerjaan belum selesai, atau rapat
dengan klien dirasakan tanggung untuk diakhiri.
Itulah penyebab dari
kegersangan hidup saya selama ini. Saya lebih semangat dan habis-habisan
berjuang meraih dunia, daripada mempersiapkan bekal terbaik untuk kehidupan
kekal di akhirat nanti. Padahal dunia ini akan saya tinggalkan juga, kenapa
saya begitu bodoh..
Saya lupa, bahwa
shalat adalah yang utama. Mulai saat itu saya berjanji untuk mulai shalat di
awal waktu..
***
Dari Sahabat
Langganan:
Postingan (Atom)